A. Identitas Buku
Judul : Tujuh Hari di Vila Mencekam [seri Takut]
Penulis : Cerberus Plouton
Penerbit : Bukune
Kota terbit : Jakarta Selatan
Tahun terbit :2014
Tebal : 168 hlm. (161 hlm. isi)
Ukuran : 13 × 19 cm
Jenis kertas : Kertas koran bermotif (jika tidak salah)
B. Blurb
C. Unsur-Unsur Intrinsik
1. Subgenre : Horor, misteri
2. Tema : Perjuangan
3. Tokoh :
a. Yudha : Mengidap penyakit paru-paru
b. Elisa : Indigo, teman baru Yudha
c. Dewa : Pacar Elisa, indigo, memiliki rahasia yang tak diketahui Elisa
d. Pak Aden : Sopir Yudha, memiliki rahasia yang tak diketahui Yudha
e. Sosok berkebaya hijau : Suka mengganggu Elisa
f. Erlita : Mahasiswa, cantik, kakak Elisa, sinden, penari
g. Nurmala : Sahabat Erlita, sinden, memiliki rahasia yang hanya diketahui ayahnya
h. John : Penjaga perpustakaan, orang Belanda
i. Ayah Yudha : Pemilik Vila Andaru
j. Valen : Pemilik Vila Andaru dan Penginapan Cempaka pertama, orang Belanda yang dijadikan pengawas perkebunan rakyat Indonesia
k. Rasti : Teman Dewa
4. POV : POV 3
5. Setting tempat : Penginapan Cempaka, Vila Andaru, danau, hutan Kalimantan, rawa berlumpur, telaga, dan danau
D. Kutipan dan Sampel Cerita
1. Kutipan
"Makhluk halus bisa bersinggungan dengan manusia, jika pada saat itu frekuensi kalian sama. Beberapa hanya bisa terdeteksi lewat aroma." ~ Dewa (hlm. 26—27)
"Beberapa orang yang bisa melihat makhluk dari alam lain diberi kemampuan untuk bisa mengusirnya. Tapi itu hanha segelintir. Sebagian besar diberi kemampuan 'takut', dan tidak memiliki kemampuan untuk mengusirnya." ~ Dewa (hlm. 34)
"Menurut orang-orang zaman dahulu, makhluk-makhluk tak kasat mata itu memulai aktivitasnya menjelang petang. Malam adalah siang bagi mereka. Saat batas antara dunia manusia dan dunia mereka begitu tipis. Bagi mereka yang bisa melihat makhluk tak kasat mata, waktu petang adalah saat terlemah bagi pertahanan mereka. Makhluk-makhluk itu bisa bersinggungan dengan leluasa." (hlm. 40)
"Kalau bisa, jangan dekat-dekat dengan orang yang bisa melihat hantu. Ini memang nggak terbukti sih. Tapi suatu saat ketika getaran frekuensi tubuhmu sama dengan orang tersebut, kamu jadi bisa melihat 'mereka'. Tabir pembatas dunia kita dengan dunia tak kasat mata itu bakalan menipis, bahkan hilang." ~ teman sepupu Yudha, seorang indigo (hlm. 67)
"Pada dasarnya, makhluk halus tidak bisa berbicara atau mengeluarkan suara, pun menyentuh manusia. Mereka bisu. Berkomunikasi hanya dengan menggerakkan bibir, tanpa suara. Hanya mereka yang bisa mengindrai makhluk haluslah yang bisa memahami bahasa itu. Namun, saat makhluk halus itu mengambil alih raga seseorang, itu beda cerita. Mereka bisa mengendalikan badan untuk berbuat semaunya. Mereka bisa berbicara, tetapi dengan suara lain dari raga yang dipinjam." ~ kakek Dewa (hlm. 112)
"Saat para hantu menampakkan wujud mereka pada manusia, mereka selalu menunduk. Hal itu disebabkan karena derajat mereka lebih rendah daripada manusia. Mereka tidak memiliki keberanian." ~ kakek Dewa (hlm. 112)
"Di hari ketujuh, bagi mereka yang meninggal tidak wajar, terlebih jenazah belum ditemukan dan dikebumikan, mereka akan melihat pantulan wajah sosok aslinya di dalam cermin." ~ Dewa (hlm. 159)
Kutipan-kutipan lainnya ada di Twitter saya, Poetree Malu. Gunakan kata kunci #TujuhHariDiVilaMencekam agar mudah mencarinya.
2. Sampel cerita
E. Sinopsis
Yudha dan sopirnya, Pak Aden, menanyakan alamat Vila Andaru kepada dua laki-laki yang sedang merokok. Asapnya beraroma kemenyan, membuat Yudha terbatuk-batuk dan tanpa sengaja melihat ke kaki kedua laki-laki itu yang mengambang. Saat dia dan sopirnya hendak pergi, ternyata wajah kedua sosok itu rata dan suara mereka menggema entah dari mana.
Di tempat lain, Elisa mencari Dewa di hutan Kalimantan. Saat mendengar sekelompok orang menyeret sesuatu, perempuan itu segera bersembunyi. Dia terbatuk saat mencium aroma darah segar. Lalu, tiba-tiba dia terjebak di rawa berlumpur. Dewa mencoba menolongnya.
Keesokannya, Yudha bangun tidur, tetapi tidak merasakan nyeri yang biasanya menyerang dada kirinya. Setelah Pak Aden pamit, remaja itu tidak menemukan beliau di ruang makan. Usai sarapan, dia tidak menyadari keberadaan sosok kuntilanak yang melayang mengamatinya dari belakang.
Sementara itu, kepala Elisa terasa berat. Lalu, saat aroma citrus Dewa berubah jadi aroma melati, terdengar suara seorang wanita yang meminta tolong. Tubuh Elisa berbalik sendiri hingga matanya melihat ke sebuah pohon tempat wanita dengan kepala tertekuk menatapnya menusuk dan menunjukkan seutas tali di lehernya. Elisa memintanya pergi, tetapi kakinya bergerak sendiri menghampiri sosok itu. Akhirnya Dewa membantu mengusir sosok itu.
Di luar vila, Yudha mendengar bahwa ada perempuan SMA yang gantung diri di pohon yang ada di belakang kamar nomor 14. Perempuan itu bunuh diri karena menjadi satu-satunya murid yang tidak lulus ujian nasional (UN). Sering ada bayangan di kamar itu dan sekarang ada perempuan yang menempatinya. Lalu, Yudha berpapasan dengan sepasang kekasih.
Dewa yang risi diamati Yudha membalas memandanginya dengan tak bersahabat. Lalu Elisa, pacarnya, menyapa Yudha. Setelah berkenalan, mereka memberi tahu tempat tinggal masing-masing. Yudha terkejut dengan pernyataan Elisa yang tinggal di Penginapan Cempaka di kamar nomor 14 dan mengaku pernah melihat sosok yang gantung diri di pohon.
Saat petang datang, Elisa ke kamar Dewa di nomor 15. Lalu, mereka mendengar suara-suara gaib. Tidak lama kemudian, Yudha menemui mereka. Saat Dewa dan Elisa keluar kamar, lampu kamar mati, lalu terdengar suara perempuan meminta tolong dari arah balkon. Sosok berbaju putih tanpa bola mata dengan leher terjerat dan mulut putih melayang-layang ringan di pohon. Akhirnya Yudha bisa mengendalikan diri, lalu pergi sambil berteriak.
Di halaman depan Vila Andaru, Yudha jatuh ke segumpal rambut kasar. Dia refleks melompat ke sebuah kepala tanpa badan dan mata dengan sayatan di wajahnya yang kehitaman dan belatung yang bebas keluar masuk. Yudha mundur sambil memejamkan mata, hingga jatuh mengenai gumpalan rambut yang diselimuti darah.
Sampai sekarang Elisa belum menemukan petunjuk tentang kakaknya yang sudah lama tidak kembali tanpa kabar. Ketukan halus yang sejak tadi mencoba berkomunikasi dengan perempuan itu, berganti dengan lampu yang mati hidup mati hidup. Saat lampu mati lebih lama, sosok wanita dengan rambut disanggul dan menguarkan aroma melati mengelus kepala Elisa sambil menangis. Beberapa menit kemudian, wajahnya berubah jqdi pucat dengan noda darah di bekas lukanya. Sanggulnya terlepas hingga rambutnya tampak acak-acakan. Kebaya hijaunya pun jadi lusuh dan bersimbah darah.
Saat bangun tidur, Yudha mendengar suara aneh. Lalu, laki-laki itu heran sekarang dia berada di tempat tidur, padahal seingatnya, dia pingsan di halaman vila. Dia juga mengernyitkan kening karena Pak Aden ada di sana. Saat makan, Yudha melihat bayangan melintas di dinding. Karena Pak Aden dipanggil tidak menyahut, remaja itu mengelilingi vila. Saat mendengar suara berisik, perhatiannya teralih. Ada dua orang anak yang sedang bermain di kamar tamu. Ayah Yudha pernah bercerita bahwa bibi yang membersihkan kamar mempunyai anak perempuan.
Salah satu dari dua anak itu mengajak Yudha bermain. Saat Yudha membuka pintu, tiba-tiba ruangan jadi gelap, sunyi, dan berdebu. Kemudian, suara tawa anak kecil terdengar di belakang. Namun, Yudha tidak melihat sosoknya. Lalu, dia melihat bayangan hitam berjalan di tembok.
Di tempat lain, Elisa tidak menghiraukan larangan Dewa untuk tidak ke vila Yudha. Vila itu memiliki aura tidak bersahabat, ada suara berisik dan beberapa bayangan yang menatapnya tajam. Baru saja sampai di vila itu, Elisa bertemu Yudha, tetapi wajah laki-laki itu lebih pucat dari biasanya. Yudha menuduh Elisa dan Dewa yang menyebabkan dirinya menjadi tak waras.
Saat Yudha bercerita tentang hantu-hantu yang pernah ditemuinya, dia melihat pergelangan kakinya ada bekas memar, padahal dia tidak terbentur apa-apa. Saat dia bertanya apakah Elisa punya alasan lain ke sana selain untuk rekreasi, Elisa menjawabnya jujur.
Kakak Elisa yang hilang merupakan mahasiswa akhir yang cantik dan rambutnya sepanjang rambut Elisa. Yudha pun memberi tahu Elisa bahwa perempuan itu memiliki memar seperti bekas cekikan dan warnanya sama dengan memar di pergelangan kakinya. Yudha pun jadi yakin bahwa memar-memar itu ada hubungannya dengan 'mereka'.
Yudha sudah tahu tentang pantangan melewati telaga di sana dengan kapal, dan dia baru tahu bahwa Elisa bisa melihat 'mereka' setelah tenggelam di sebuah rawa. Tiba-tiba Dewa datang. Dia menjelaskan bahwa orang yang dapat melihat kota mati di seberang telaga adalah orang yang bisa melihat 'mereka'. Yudha dapat melihat kota mati itu.
Pencarian kakak Elisa yang seorang sinden dan penari selama seminggu oleh kepolisian tidak menghasilkan apa-apa. Dewa bercerita bahwa saat Pemberontakan Patik, pemberontakan tersebut sampai ke vila Alen dan keluarganya, keluarga yang bersahabat dengan Indonesia yang dikirim menjadi pengawas perkebunan yang dikerjakan oleh rakyat Indonesia. Elisa mengaku pernah melihat sosok dua anak di vila Yudha.
Setelah melihat jam yang hanya jarum detiknya yang berputar, Yudha berjalan terhuyung ke ruang tamu. Satu jam kemudian, Dewa melihat perempuan berbaju hijau dan menguarkan aroma melati menembus kamar Elisa untuk ke-3 kalinya. Sosok itu terdengar sedang menangis.
Keesokannya, Yudha bangun tidur, tetapi jam di ruang tamu masih menunjukkan pukul sembilan. Tiba-tiba John, seorang bule yang bertugas membersihkan perpustakaan, mengajaknya bicara dengan memanggilnya tuan. Seingat Yudha, ayahnya tidak menyewa seorang bule. Sekarang dia tahu bahwa di vila itu ada perpustakaan. Perpustakaan vila berada di bawah tanah dan menguarkan bau apak. Yudha mengambil buku Andaru yang berbahasa Belanda. Anehnya, hanya butuh beberapa menit dia bisa membacanya. Di sana juga terdapat foto-foto.
John bercerita bahwa sebelumnya Vila Andaru—yang dahulunya mencakup penginapan Cempaka—milik keluarga Alen. Keluarga tersebut mencintai Indonesia hingga memihak rakyatnya.
Saat Yudha menanyakan tulisan yang mengabur, John menjelaskan bahwa bagian itu adalah kisah tentang pemisahan Vila Andaru dan Penginapan Cempaka saat terjadi sengketa antar-anak-anak Valen, yang pada akhirnya mengalami perubahan fungsi ketika masa penjajahan Jepang. Orang-orang Jepang tega membantai orang-orang Belanda. Vila Andaru pun menjadi tempat tahanan para pejuang. Konon para pejuang dipenggal di vila tersebut.
Kisah yang paling tragis adalah Pemberontakan Patik, yaitu keluarga Valen dibunuh. Keluarga tersebut memiliki dua anak perempuan. Saat Yudha melihat wajah pucat dengan darah menetes dari dahi dari celah rak, John bercerita tentang petugas perpustakaan yang terbakar di ruang bawah tanah. Tidak lama kemudian, wajahnya berubah seperti orang yang terbakar. Ketika dia mengutarakan keinginannya memiliki teman, Yudha mencium aroma busuk. Remaja itu ingin pergi dari sana, tetapi pintunya terkunci.
Di Penginapan Cempaka, suara benturan ke tembok di kamar Elisa terdengar makin keras bersamaan dengan menguarnya aroma melati, membuat tidur Dewa terganggu. Lalu terdengar suara seorang perempuan menyenandungkan lagu Jawa dengan lemah dan terputus-putus. Saat Dewa mendengar suara tawa perempuan itu, dia pergi ke kamar Elisa, mendobrak pintunya, dan melihat Elisa membenturkan kepalanya ke dinding. Perempuan itu dirasuki perempuan berkebaya hijau. Walau tidak bisa melihat, Dewa tahu bahwa jiwa Elisa ada di kamar itu.
Setelah Dewa berhasil mengusir perempuan itu, Elisa mengaku mengenal sosok itu. Di Vila Andaru, Yudha ingin mengubah posisi tidurnya, tetapi terasa kaku dan berat. Setelah Yudha berhasil, seorang perempuan berbaju putih mengamatinya dari langit-langit kamar. Wajah sosok itu memiliki bekas retakan yang menghitam. Matanya cekung dan gelap. Rambutnya kaku. Perutnya berlubang dan meneteskan darah. Setelah sosok itu pergi, Pak Aden mengingatkan Yudha bahwa hari sudah pagi. Anehnya, darah yang ada di tubuh Yudha hilang tak berbekas dan jam tetap menunjukkan pukul sembilan.
Dalam perjalanan ke Penginapan Cempaka, Yudha bertemu anak-anak SD yang tengah mengadakan perkemahan. Dua anak kembar mengajaknya bicara. Setelah Yudha merasa aneh dengan mereka, mereka mengaku tidak berkemah, tetapi mencari teman. Setelah mereka menggandeng tangan Yudha, pemimpin regu Harimau menyampaikan pesan gurunya untuk tidak berpisah karena dahulu ada anak kembar yang tewas di telaga.
Setelah Dewa mengusir anak kembar yang menggandeng tangan Yudha, dia menyampaikan bahwa dirinya dan Elisa ingin ke perpustakaan Vila Andaru. Yudha akan mengantarkan mereka asalkan dia diizinkan menginap di kamar Yudha atau Elisa. Saat dia menginap, Dewa memintanya untuk pura-pura tidak tahu jika nanti ada kejangkalan-kejanggalan. Tiba-tiba Yudha menyalahkannya dan Elisa tentang ke-bisa-annya melihat 'mereka'. Dewa pun mengaku pernah tenggelam di rawa lalu koma, sedangkan Elisa jadi sering kesurupan.
Keesokannya, Elisa berjalan cepat ke Vila Andaru. Lalu Dewa menyadari bahwa pacarnya itu kerasukan sosok berkebaya hijau dengan sanggul acak-acakan, begitu juga dengan Yudha. Dewa pun merasa ada yang salah dengan kematian sosok itu.
Sesampainya di perpustakaan, sosok yang merasuki Elisa keluar dari tubuh Elisa. Saat ini kondisi perpustakaan berantakan, tidak seperti yang pernah diceritakan Yudha kepada Dewa dan Elisa. Lalu, mereka bertiga melihat bekas kebakaran. Setelah Yudha bercerita, Dewa menemukan buku yang diterbitkan 1,5 tahun lalu. Lalu, dia menemukan bercak kehitaman, tetapi bukan bekas kebakaran. Mereka bertiga pun melepas lantai yang terdengar ada udaranya.
Mereka menemukan potongan kebaya hijau, membuat Elisa menggali tanahnya meski tercium aroma busuk. Setelah itu, tampak jasad kakak Elisa yang membuat siapa pun akan merasa ngeri. Terdapat tali yang melilit leher kakak Elisa. Yudha berinisiatif mencari bantuan.
Dahulu, di telaga, gadis berkebaya hijau bernama Erlita dan sahabat dekatnya, Nurmala, bertemu. Nurmala iri dengan Erlita, hingga menusuk perut Erlita. Kepemilikan Vila Andaru dan Penginapan Cempaka berpindah tangan ke dua orang bersaudara. Hari itu mereka mengadakan pesta besar dengan mengundang Erlita untuk membawakan sebuah tarian.
Sebelum Erlita tampil, pemilik vila mendapat kabar dari anaknya bahwa dirinya tidak sengaja membunuh Erlita. Sesuai saran ayahnya, Nurmala memasukkan mayat Erlita ke karung dan memberi tahu dua tukang kebun keluarganya bahwa itu karung semen. Pada pukul satu malam, dia dan ayahnya membawa karung itu ke ruang bawah tanah. Adik Nurmala, Yudha, tidak tahu soal ini, karena hanya ayah mereka yang boleh memasukinya.
Saat jatuh di lorong vila, Yudha melihat pantulan bayangan orang yang wajahnya rusak dan rambutnya nyaris gundul. Gerak-gerik bayangan itu mengikuti gerak-gerik Yudha. Pakaian mereka sama. Sejak itu Yudha takut bercermin.
Polisi mengevaluasi mayat Erlita, sedangkan John berterima kasih kepada Elisa. Sebelum Elisa mendapat jawaban tentang orang yang membunuh dan mengubur kakaknya, John lenyap dan Dewa datang.
Ketika Elisa dan Dewa hendak pergi, Yudha meminta kepada mereka untuk tidak pergi. Dia kaget setelah Elisa dan Dewa bercerita bahwa dirinya sudah meninggal sebelum sampai di vila. Pukul sembilan adalah waktu kepergiannya. Sebelum Yudha meninggal, laki-laki ini tidur di mobil dan tidak menyadari mobilnya tergelincir ke jurang karena ada perampok yang mengincarnya. Pak Aden juga meninggal dan selama beberapa hari ini ingin menjaganya.
Saat Yudha terisak tanpa air mata, Elisa mendongak. Perempuan itu pamit kepada Yudha dan sosok kakaknya yang tampak sedih dengan kepergiannya. Tanpa Elisa tahu, Dewa mengenal perempuan yang gantung diri di belakang kamar penginapannya dan Elisa. Perempuan itu korban perundungan di sekolah dan hanya berbicara dengan 'mereka'.
Menurut dua resepsionis Penginapan Cempaka, Elisa aneh karena berbicara sendiri dan menyewa dua kamar, padahal dia datang sendirian. Lalu, salah satu dari mereka mendengar isak tangis laki-laki di lorong penginapan. Tiba-tiba sosok Yudha berada di belakang mereka tanpa mereka sadari.
Sekarang, Elisa dan Dewa ada di sebuah danau. Salah satu sudut danau mengingatkan Yudha pada rawa yang membuatnya meninggal. Pada hari kematiannya, dia tidak bisa menemani Elisa, karena tubuhnya berlubang penuh lumpur. Orang pertama yang menyadarinya sudah meninggal adalah Rasti. Dewa selalu mendengarkan keluh kesahnya tiap dirundung. Perempuan itu gantung diri karena Dewa, bukan lainnya.
F. Penilaian Buku
1. Kelebihan buku
a. Tokoh hantu dideskripsikan,
b. Horornya mengena,
c. Mengandung kisah misteri,
d. Pembaca diberi tahu rahasia yang tidak diketahui oleh para tokoh, dan
e. Plot twist-nya keren.
2. Kekurangan buku
a. Tidak ada daftar isi,
b. Tidak ada halaman di sebelah kiri (halaman genap), dan
c. Profil penulis berada di lembar sampul belakang, setelah kupon dan ucapan terima kasih penerbit kepada pembeli.
G. Profil Penulis
Karena saya tidak paham bahasanya, saya fotokan saja.
H. Kesimpulan
Buku bergenre novel ini bersubgenre horor. Nuansa horornya mengena, bahkan hantu-hantunya dideskripsikan. Novel ini juga mengandung kisah misteri. Beberapa rahasia hanya diberikan kepada pembaca. Plot twist-nya bagus.
Sayangnya, buku ini tidak ada daftar isi dan tidak ada halaman di sebelah kiri (halaman genap). Meski tidak mengisahkan penangkapan pembunuh kakak Elisa, penulis tidak merahasiakan pembunuhnya dan orang yang terlibat dengannya. Mungkin karena akan membuat inti ceritanya berubah atau berantakan, maka Elisa dan Dewa tidak mencari mayat Yudha. Lagi pula, aneh rasanya jika terdapat kisah pencarian itu dengan judul buku seperti itu.
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkomentar di unggahan saya.