Langsung ke konten utama

Resensi Different by Ima T. Lestari

Berdasarkan prakata, buku ini berisi sepenggal kisah yang tak semua orang ketahui dan pahami. Kisah-kisahnya diangkat dari kisah nyata dan diharapkan dapat menjadi refleksi diri. Buku ini tak hanya menyampaikan tentang tragedi bom Bali, tetapi juga cara menyikapi perbedaan dan semangat memperjuangkan mimpi-mimpi. 

Keunikan dari buku ini, buku ini memiliki tiga tokoh utama. POV dalam novel ini diperankan oleh tiga tokoh yang bersahabat dekat, salah satunya laki-laki. Namun, tidak ada di antara mereka yang jatuh cinta dengan sahabat dekatnya. Hanya salah satunya memiliki masalah cinta dengan orang lain. Efek tragedi bom Bali terhadap umat Islam yang minoritas di sana dan masalah Alika yang memiliki orang tua yang berbeda agama juga menjadi hal yang unik. Untuk lebih jelasnya, mari simak resensi ini.

A. Identitas Buku

Judul : Different (ketika perbedaan bukan sebuah halangan

Penulis : Ima T. Lestari

Penerbit : Tinta Media (creative imprint Tiga Serangkai)

Kota terbit : Solo

Tahun terbit : (Januari) 2015

Tebal : 384 hlm. (isi: 370 hlm.)

Ukuran : 13,5 × 20 cm

Warna kertas : Krem

B. Blurb

C. Daftar Isi


D. Unsur-Unsur Intrinsik

Subgenre : Young adult (kuliah), religi

Tema : Persahabatan, Perjuangan, Perbedaan, Toleransi

Tokoh-tokohnya :

1. Noura: muslimah, anak mandor, mahasiswa Arsitektur, tomboi, teman seuniversitas Gunawan, cita-cita masa kecilnya ingin jadi penulis, 

2. Alika: anak dari Kalimantan, orang tuanya berbeda agama, beragama Hindu, cita-citanya sekarang ingin jadi pustakawan

3. Gunawan (Gugun): keturunan Cina yang berbeda dengan anak Cina lainnya, penganut Konghuchu

4. Pak Nyoman: guru favorit Noura & Alika

5. Ayah Noura: mandor, religius

6. Saras: gebetan Gugun

7. Putra: dosen Noura

8. Ibu Alika: baik

9. Zara: panitia petisi

10. Restu: teman kelas Noura yang sempat berhenti sekolah

11. Lia: teman baru Noura yang ingin pindah sekolah

12. Vivi: sahabat dekat SMA Alika

12. Pak Broto: bos Noura

13. Nenek Alika: penganut Hindu, tinggal dengan Alika & ibunya

POV : POV 1 tiga orang (Noura, Alika, & Gugun)

Setting tempat : Bali

E. Kutipan Buku

"Biar saja orang berkata apa, yang penting kini aku bahagia dengan pilihan hidupku. Toh, aku sendiri yang akan menjalaninya. Semua yang kulakukan pun akan kupertanggungjawabkan sendiri nantinya. Aku bahkan bangga dengan pilihan hidupku ini. Paling tidak, bukan salah satu dari sekian banyak orang yang menjalani hidup dalam kepura-puraan." ~ Alika (hlm. 15)

"Di mana pun aku tinggal, tak masalah. Setiap kota memiliki warnanya masing-masing, punya keunikan dan budayanya sendiri. Selama kita mau menikmati dan mensyukuri hidup, kita akan merasa bahagia." ~ Alika (hlm. 49)

"Aku tidak mau main-main untuk urusan sekolah. Buatku, pendidikan itu nomor satu." ~ Alika (hlm. 56—57)

"Sebagai anak yang terlahir dalam perbedaan keyakinan, sebesar apa pun toleransi di antara penganut keyakinan tersebut, tetap saja akan terjadi kebingungan dan kebimbangan dalam menentukan pilihan hidup." ~ Alika (hlm. 61)

"Sebagaimana diriku yang tidak bisa memilih di mana aku akan dilahirkan, aku juga tidak busa memilih siapa wanita yang hendak aku cintai. Aku juga tidak pernah tahu kapan cinta itu bisa menghampiri. Bahkan, mungkin aku tidak pernah sadar kalau aku telah jatuh cinta. Atau, mungkin bukan cinta? Entahlah. Yang kutahu, aku tiba-tiba saja mulai dihinggapi perasaan aneh ketika melihat gadis kecil itu. Tak tahu kapan datangnya, yang jelas aku mulai tertarik untuk memperhatikannya. Jangan tanya kenapa, kalau dipikir-pikir hingga detik ini, aku pun tak tahu alasan pasti mengapa aku tertarik memperhatikannya." ~ Gugun (hlm. 72)

"Saat masih muda, saat pikiran kita masih belum terkontaminasi oleh berita-berita televisi dan kenyataan pahit di masyarakat, dengan bebasnya kita bisa bermimpi dan bercita-cita apa saja. Ingin menjadi pilot, astronot, bahkan presiden sekalipun dengan lantang mampu kita ucapkan di depan kelas. Tanpa sungkan, kita berani bercita-cita setinggi-tingginya tanpa rasa takut ataupun khawatir. Namun, seiring usia dan kedewasaan, mimpi tersebut seolah tak lebih dari isi karangan murid kelas dua SD yang diminta untuk menuliskan cita-citanya pada secarik kertas. Tanpa sadar, aku pun telah menjadi salah satu dari sekian banyak orang yang sepertinya harus merelakan mimpinya ditelan realitas abad ini. Mengikuti kata-kata dalam banyak iklan, mimpiku tergerus arus globalisasi. Ketika usia kian remaja, optimisme makin surut ditimpa kegagalan, kesusahan, dan sempitnya peluang." ~ Noura (hlm. 95—96)

"Memang susah lahir di keluarga yang orang tuanya memiliki perbedaan agama. Kadang-kadang orangnya bingung memilih agama apa yang akan dianutnya, apalagi perempuan, mudah beralih pendirian." ~ Nyoman (hlm. 104)

"Aku muak didikte bagaimana harusnya aku bertindak. Aku muak diberi tahu bagaimana seharusnya hidup kujalani. Aku muak semua orang memaksakan kehendaknya padaku. Tidak bolehkah aku memilih sendiri jalan hidupku? Biarlah aku menjalani apa yang membuatku bahagia. Ini hidupku, aku yang paling tahu apa yang membuatku senang." ~ Alika (hlm. 104)

"Hati tak bisa dibohongi, perasaan tak bisa dipungkiri. Aku telah memilih. Hatiku telah terambil." ~ Alika (hlm. 105)

"Seni adalah sesuatu yang jauh dari jangkauan ataupun pikiranku selama ini. Sekarang, justru aku dipaksa untuk melakukan sesuatu yang selama ini menjadi musuhku. 

Yah, meskipun tidak termasuk anak yang memiliki nilai akademis tinggi, aku tak mau jadi anak yang paling bodoh di kelas. Jadi, aku sekarang harus berkutat dengan pensil dan kertas. Dua hal yang dulu menjadi musuh bebuyutanku, kini terpaksa menjadi teman baikku." ~ Gugun (hlm. 108)

"Tugas ini sebenarnya tak sulit, hanya butuh kesabaran dan kesungguhan. Tapi, kesabaran dan kesungguhan hanya akan datang pada mereka yang memiliki minat atau kesukaan dalam bidang yang mereka geluti. Hal itulah yang tidak kumiliki. Aku yakin bisa menyelesaikan semuanya, tapi hasil yang kuperoleh belum tentu maksimal." ~ Gugun (hlm. 109)

"Itulah seni, tak bisa dibohongi. Dalam setiap hasil karya seni selalu dapat terlihat semangat, cinta, dan keseriusan dari si pembuatnya. Maka seharusnya karya seni dibuat dengan sepenuh hati. Bahkan, untuk membuat garis dan titik seperti ini pun dibutuhkan semangat dan ketulusan. Sayangnya, aku tidak memilikinya. Padahal, dalam soal kesabaran dan ketulusan, aku tak perlu diragukan lagi." ~ Gugun (hlm. 109)

"Cinta membuat kita seolah menjadi budak dari segala tingkah laku konyol yang tidak masuk akal. Demi seorang yang kita cintai, kita akan rela melakukan apa pun dan takpeduli sesakit apa pun. Asalkan bisa melihat orang yang kita cintai bahagia, kita pun akan turut bahagia." ~ Gugun (hlm. 111)

"Meskipun aku tahu aku memiliki kelemahan dalam beberapa pelajaran, aku selalu berusaha untuk tidak menjadi yang paling bodoh atau terakhir di dalam kelas." ~ Noura (hlm. 117—118)

"Allah sudah memberikan kepadaku bakat lain. Bodohnya, ketika aku tahu bakatku ada dalam bidang tertentu, aku tetap memaksakan diri untuk terjun dalam bidang lain, yang sedari dulu sudah kutahu bahwa hal itu tidak akan bisa kujalani." ~ Noura (hlm. 119)

"Ternyata, segala fasilitas yang ayah berikan membuatku semakin tertekan karena aku tahu aku tak akan pernah bisa mewujudkan harapannya. Ayah sudah pasti sangat berharap padaku. Sayangnya, aku tidak bisa memenuhi harapannya." ~ Noura (hlm. 119—120)

"Bangunan yang hancur dapat dibangun kembali, tapi nyawa yang hilang tidak bisa dipanggil pulang. Keharmonisan akan sulit dirajut dan luka yang menganga akan sulit terobati. Jelas ini adalah kesalahan si pelaku dan kelompoknya. Tapi, alasan serta kata-kata si pelaku yang membawa-bawa agama mereka menjadi bumerang bagi saudara seiman mereka." ~ Gugun (hlm. 128)

"Saya dulu juga seumuran kamu waktu bingung mau berbuat apa. Hidup nggak jelas, keluyuran ke sana kemari, mencari-cari sebenarnya mau apa saya hidup, tapi tetap nggak dapat-dapat. Sampai akhirnya, saya memutuskan kembali ke jalan agama saya. Belajar kembali mengenal Tuhan saya." ~ Putra (hlm. 139)

"Di kampung, aku hidup senang. Mancing, main layangan, lari-larian, ngangon kerbau. Pokoknya, hidup nggak ada beban deh. Sampai akhirnya, aku ketemu teman bapakku waktu masih sekolah dulu. Sekarang dia jadi satpam. Dia yang memberiku pencerahan. Dia bercerita kalau dulu dia juga bandel, nggak mau sekolah, nggak mau belajar, dan inginnya senang-senang terus. Sekarang dia bilang kalau dia menyesal. Makanya, lama-lama aku berpikir, masa hidupku kayak gini terus? Kalau begini terus-terusan, bisa-bisa aku jadi kayak teman bapakku itu, jadi satpam. Aku nggak mau, ah. Akhirnya ya sudah, aku balik lagi kuliah." ~ Restu (hlm. 192—193)

"Apa yang bisa kita tunjukkan di balik penampilan itu yang lebih penting. Jangan justru menjadikan penampilan sebagai tameng kita untuk menutupi siapa diri kita sebenarnya." ~ Noura (hlm. 193)
"Bisa berteman dengan orang-orang yang memiliki kesamaan dengan kita adalah sebuah anugerah. Tapi bisa menjalin pertemanan dengan orang-orang yang berbeda dengan kita itu indah." ~ Noura (hlm. 205)
"Salat itu pencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Seharusnya, dengan salat, perbuatan kita jadi jauh lebih baik. Apabila ada orang yang melakukan perbuatan jahat, padahal dia sering salat, maka bukan agama yang menganjurkan salatnya yang salah. Salatnyalah yang mungkin belum benar. Jadi, perbaikilah salatmu, maka salatmu akan memperbaiki perilakumu." ~ Noura (hlm. 207)
"Perbedaan tak perlu disembunyikan. Justru, dengan adanya perbedaan, kita bisa belajar menerima perbedaan itu sendiri. Kita juga bisa lebih mengetahui posisi masing-masing dan belajar untuk saling menghormati satu sama lain." ~ Noura (hlm. 211)
"Perlakukanlah orang lain seperti kamu ingin diperlakukan. Perbedaan itu begitu nyata, tak bisa kita paksa jadi sama. Dalam berpakaian pun kita punya selera masing-masing. Lantas, mengapa harus pura-pura menjadi sama? Bukankah pelangi terlihat indah karena warnanya yang berbeda-beda? ~ Noura (hlm. 212)
"Kami menganggap sepak bola adalah salah satu seni yang indah. Permainan yang seru dan menarik lebih kami utamakan dibanding para pemainnya yang tampan. Melihat gol yang spektakuler menjadi hal yang luar biasa bagi kami." ~ Noura, Alika, dan Gugun (hlm. 214)
"Nama adalah identitas untuk membedakan orang satu dengan lainnya. Lebih dalam lagi, di balik setiap nama pasti ada doa yang menyertainya. Tidak hanya soal nama, setiap orang perlu memiliki identitas lainnya untuk membedakannya dengan orang lain. Meskipun banyak orang yang mengatakan kita semua sama, tetap saja tak ada orang yang mau disama-samakan dengan orang lain." ~ Noura (hlm. 223)
"Identitas sangat diperlukan karena pada dasarnya kita ini dilahirkan berbeda. Kita memang sama-sama manusia, sama-sama ciptaan Tuhan, tapi kita tumbuh dan besar dengan cara yang berbeda. Kita punya cita-cita, mimpi, dan keyakinan yang berbeda. Bahkan, DNA tiap manusia pun berbeda. Untuk itulah kita perlu identitas yang bisa membedakan kita dengan yang lain." ~ Noura (hlm. 224)
"Di saat temanku berjuang agar tetap bisa bernapas, ada banyak orang di luar sana yang menghabiskan waktunya dengan percuma, tak berguna, bahkan merugikan orang lain. Sungguh, ini tak adil." ~ Alika (hlm. 243)
"Terkadang media merupakan sarana yang ampuh untuk membangkitkan kesadaran masyarakat akan sesuatu. Tapi, terkadang media juga membuat situasi di masyarakat makin memanas, apalagi jika berita yang disampaikan tidak proporsional dan tidak memiliki fakta dan data yang akurat. Hal ini tentu bisa menimbulkan perpecahan, lebih-lebih jika isu yang diangkat berbau SARA." ~ Noura (hlm. 248)
"Pemberitaan yang berlebihan tanpa diimbangi kesiapan dan wawasan dari pembaca hanya akan menimbulkan komentar-komentar miring terhadap pihak-pihak tertentu, seolah-olah opini publik digiring untuk berpihak pada sesuatu tanpa perlu melihat fakta lain yang tersembunyi di baliknya, seolah-olah kita bisa menelannya bulat-bulat begitu saja." ~ Noura (hlm. 249)
"Tak selamanya perbedaan menimbulkan perpecahan. Jika kita mau saling menghargai dan menghormati, justru perbedaan itu yang membuat hubungan kita dengan orang lain terasa lebih indah." ~ Noura (hlm. 257—258)
"Sebagai tempat berkumpul bermacam-macam budaya, tak dapat dipungkiri pasti akan terjadi gesekan. Ibarat sebuah kolam, Bali adalah kolam yang penuh dengan ikan dari berbagai jenis. Di dalamnya pasti ada perseteruan kecil antar-ikan yang ingin menjelajah seluruh kolam. Perseteruan adalah risiko yang harus dihadapi untuk saling mengenal antarjenis ikan." ~ Noura (hlm. 262)
"Semakin bertambah usia, kita makin sadar bahwa mimpi masa kecil seperti sebuah idealisme yang sulit untuk diwujudkan. Pada saat seperti itu, idealisme harus bersaing dengan realita yang sering tidak sejalan dengan idealisme dan akhirnya idealisme pun berubah menjadi mimpi mulut belaka." ~ Noura (314)
"Lelah secara mental jauh lebih menyakitkan dibanding lelah secara fisik. Penyebab kelelahan mental ada di dalam pikiran dan satu-satunya cara memulihkannya adalah dengan menghilangkan segala beban yang ada di pikiran. Singkatnya, segera mencari solusi atas masalah yang tengah dihadapi." ~ Noura (hlm. 315)
"Pergilah ke tempat yang ingin kau datangi. Tidak hanya di dalam mimpi, tapi dalam kehidupan nyata, sebab kau hanya punya satu kehidupan untuk mewujudkannya. Hidup ini terlalu singkat untuk dihabiskan dengan pilihan yang salah. Jadi, jangan habiskan waktumu dengan hal-hal yang akan membuatmu menyesal di kemudian hari karena belum sempat melakukannya. Selama masih ada napas, berarti masih ada harapan."  ~ Noura (hlm. 316—317)
"Di tengah kebahagiaan mereka, aku malah menderita, seakan-akan mereka mengorbankan kebahagiaanku untuk kepentingan mereka. Seandainya ayah tidak menyuruhku untuk bekerja, seandainya orang tuaku tahu betapa lelahnya aku, betapa menderitanya aku. Mereka justru begitu senang dengan keadaanku kini." ~ Noura (hlm. 319)
"Selama cita-citamu tidak bertentangan dengan syariat, itu tidak ada masalah. Tapi yang harus diingat, cita-cita seorang muslim harus meraih rida Allah. Untuk itu, harus dikejar di jalan Allah dan dengan cara yang dibenarkan Allah. Dengan begitu, Allah akan memberi kelapangan bagi seorang muslim untuk menggapai cita-citanya." ~ Putra (hlm. 320)
"Aku baru menyadari, mungkin selama ini aku telah salah. Aku memutuskan untuk melakukan sesuatu karena alasan uang semata meskipun tujuanku adalah untuk membantu kedua orang tuaku. Mungkin karena itu hidupku tidak berjalan bahagia seperti yang kuharapkan. Aku lupa meminta izin kepada Allah, lupa untuk mengingat segala anugerah yang telah Dia berikan kepadaku, yang salah satunya kecintaanku pada dunia menulis." ~ Noura (hlm. 320)
"Segala hal yang kupunya, apa pun yang kurasakan, semua itu pasti kehendak dari-Nya. Rasa cintaku dan kebahagiaan yang kualami saat menulis juga pasti ditumbuhkan oleh-Nya. Semua itu pasti memiliki tujuan. Aku baru sadar bahwa rasa bahagia yang kurasakan adalah sebuah tanda bahwa Dia ingin agar aku memanfaatkan segala bakat dan anugerah yang Dia berikan. Dia menginginkanku agar bisa berbahagia dengan anugerah itu." ~ Noura (hlm. 320—321)
"Dia (Sang Pencipta) adalah segala jawaban untuk segala masalah. Meskipun untuk menemukan jawaban itu aku harus mengalami hal-hal pahit, aku tetap bersyukur karena dengan hal-hal pahit tersebut, justru aku tersadar betapa berartinya cita-citaku selama ini." ~ Noura (hlm. 321)
"Seberapa pun sulitnya hidup kujalani, tidak peduli berapa kali pun harus mengalami kegagalan, selama kita memiliki tujuan dan cita-cita yang kuat, kita tidak akan pernah kalah, sebab mimpi-mimpi kita akan membuat kita bangkit lagi untuk mewujudkannya." ~ Noura (hlm. 321)
"Hidupmu, ya kamu yang menjalani. Kamu yang paling tahu apa yang membuat kamu bahagia. Jangan hanya gara-gara mau menyenangkan orang lain, kamu mengorbankan kebahagiaanmu sendiri." ~ Alika (hlm. 331)
"Ayahmu memang orang tuamu, tapi kamu bukanlah dia dan dia juga bukan kamu. Kamu memang perlu berbakti kepadanya, tapi apa itu yang disebut berbakti jika sampai mengorbankan kebahagiaanmu?" ~ Alika (hlm. 332)
"Sebenarnya bahagia itu mudah. Manusialah yang membuatnya menjadi susah. Kita membuat hidup kita sulit dengan masalah-masalah yang kita ciptakan sendiri. Kita hanya perlu mendengarkan lebih dalam kata hati kita. Di sanalah suara kebahagiaan berasal. Sayangnya, kebanyakan manusia tidak mau mendengarnya. Mereka lebih banyak mendengar apa kata orang-orang tentang bagaimana mereka harus bersikap, bertindak, dan harus jadi apa mereka esok.
Inilah hidup kita, kitalah yang menentukan. Bahagia ada di tangan kita. Bahagia adalah pilihan, maka jangan lagi ditunggu, apalagi hanya diangan-angan. Segera raih dan tentukan masa depanmu sendiri." ~ Alika (hlm. 333)
"Gak ada yang bersalah dalam hal cinta. Setiap orang nggak bisa milih mau cinta sama siapa, nggak bisa minta supaya bisa dicintai sama orang yang dia cintai. Bukan salahmu nggak bisa membalas setiap cinta yang datang ke kamu." ~ Gugun (hlm. 345)
"Tidak ada balasan lain dari cinta selain cinta itu sendiri. Jangan salahkan dirimu gara-gara telat menyampaikan perasaanmu. Setiap orang punya caranya sendiri untuk mencintai." ~ Saras (hlm. 346)
"Selalu ada konsekuensi untuk setiap tindakan. Jika sampai takut melakukan sesuatu karena konsekuensi tersebut, selamanya kita akan terkurung dalam kebimbangan dan berakhir pada penyesalan." ~ Noura (hlm. 350)
"Aku memilih untuk bangun dari mimpi-mimpiku di dunia ini. Aku bangun untuk mewujudkan mimpiku di dunia nyata. Akhirnya aku sadar, saat kita terbangun, kita akan menghadapi kenyataan yang ternyata begitu sulit. Tapi harus dihadapi jika kita memang benar-benar menginginkan impian kita terwujud." ~ Noura (hlm. 365)
"Saat gagal, aku selalu melihat ke belakang, saat-saat ketika aku harus menjalani masa-masa pahit saat bekerja di bidang yang tidak kusukai. Saat-saat itu begitu menyiksa karena aku harus menjadi orang lain, melakukan hal yang tidak kucintai demi uang semata, dan hampir saja melepaskan mimpi-mimpiku sedari kecil. Aku menganggap kegagalan yang kualami ini tidak seberapa dibanding saat mengalami hal tersebut. Lagi pula, bukan kegagalan namanya jika kita menikmati proses dan jerih payah kita demi mengejar cita-cita, meskipun kadang-kadang kita tidak selalu mendapat apa yang kita inginkan." ~ Noura (hlm. 366)
"Kalau kamu tidak mulai kerja sekarang, pas kamu lulus bakal kebingungan. Kamu harus mencari pengalaman mulai sekarang. Jangan pikirkan duitnya, tapi cari pengalamannya, cari ilmunya. Mumpung ada kesempatan." ~ Ayah Noura (hlm. 294)
"Pekerjaan di bidang arsitektur tidak hanya harus tahan dengan cacian, tapi juga kekurangajaran." ~ Noura (hlm. 298)
"Orang Bali memang tidak suka menyalahkan pemerintah, sebab mereka tahu, meskipun mereka berdemo sampai mati, pemerintah pasti tak akan peduli. Mereka tak peduli dengan pemerintah lakukan karena bagi mereka, pemerintah memang tak bisa diharapkan. Oleh karenanya, berdemo dan berteriak-teriak di jalan adalah hal yang menurut mereka bodoh dan buang-buang waktu." ~ Noura (hlm. 308)

Kutipan lainnya saya unggah di Twitter saya, Poetree Malu. Anda bisa mencarinya dengan #DifferentImaTLestari.

F. Sampel Cerita

G. Sinopsis

Tokoh utama pertama, Noura, pendatang dari Jawa dan anak mandor yang mengharapkan dia menjadi arsitek, sehingga kini mengenyam pendidikan di jurusan Arsitektur. Namun, harapan ayahnya agar dia jadi anak yang salilah tidak terwujud, bahkan Noura jadi anak tomboi. Noura yang tidak pernah menghakimi orang lain dari segi ras atau sejenisnya, kini dihakimi seperti itu setelah tragedi bom Bali. 

Tokoh utama kedua, Alika. Saat SD, dia dan keluarganya pindah ke Bali. Kehidupan barunya ini jauh berbeda dengan kehidupan lamanya di Kalimantan. Alika merupakan anak yang memiliki orang tua yang berbeda agama. Awalnya dia memilih menganut agama ayahnya, yaitu Hindu, daripada agama ibunya, Kristen Katolik. Meski begitu, sebenarnya dia masih bingung tentang identitas agamanya. 

Tokoh utama ketiga, Gugun, satu-satunya keturunan Tionghoa (Cina) dan penganut Konghucu di SDN tempat Noura dan Alika mengenyam pendidikan. Di sanalah awal mereka bersahabat dekat. 

Bagaimana kisahnya masa kini? Baca alur ceritanya ini.

Setelah mengucapkan satu kalimat, suara Noura tercekat. Empat puluh menit yang lalu, seorang senior mengeceknya yang datang hampir terlambat. Setelah dihukum karena tidak memakai salah satu atribut ospek dan melakukan upacara, Noura mendengarkan ceramah. Sebelum pemilik yayasan mengakhiri ceramahnya, beliau berharap ada mahasiswa baru yang mau menjelaskan ulang isi ceramahnya. Pada hitungan beliau ketiga, refleks Noura mengangkat jari. Sebenarnya dia tidak mendengarkan ceramah. Namun, karena sudah telanjur maju, mahasiswa dari Arsitektur itu berorasi saja.

Gunawan (Gugun), salah satu sahabat dekat lama Noura, hanya bisa menyengir saat orang di sampingnya memuji Noura sambil tertawa. Lalu, dia memikirkan reaksi Alika jika tahu kelakuan Noura.

Di tempat lain, semua terdiam saat lonceng sapi berbunyi. Lalu, Alika diminta menjual sebuah tiket oleh Noura lewat HP. Dia yang bingung dengan permintaan sahabat dekat lamanya itu, bertanya kepada Gugun, sahabat dekat lamanya juga. Namun, jawaban Gugun belum bisa membuatnya paham. Lalu, Gugun bertanya tentang alasan Noura pindah jurusan. Jangankan tahu alasannya, Alika baru tahu kabar itu. Kemudian, Noura meminta izin ke rumahnya besok Minggu. 

Keseharian ayah Noura membuat beliau berharap anaknya jadi arsitek. Saat Noura bertemu dengan Alika, dia sangat tertarik dengan kehidupannya. Sementara itu, Gugun tampak sangat menarik di mata Noura, sehingga membuatnya mencoba untuk tidak menghakimi seseorang dari suku, ras, atau agama. Namun, dia dihakimi seperti itu setelah tragedi bom Bali I pada 12 Oktober 2002. 

Alika menemukan orang Cina yang berbeda dengan orang Cina pada umumnya di kelasnya. Gugun. Dia laki-laki pendiam yang berkebalikan dengan Noura, temannya di kelas lain. Saat kecil, Noura ingin menjadi penulis, sedangkan Alika ingin menjadi polwan, yang kemudian ingin bekerja di bank. Namun, pada akhirnya dia memantapkan diri ingin jadi pustakawan, sehingga sekarang kuliah di Fakultas Sastra. Perempuan itu tampak bahagia dalam ketenangan. Namun, sebenarnya dia bingung memikirkan identitas yang akan dia pilih nanti.

Saat melihat anak-anak TK, Gugun teringat dengan masa lalunya, tepatnya saat dia jatuh cinta untuk pertama kalinya dan sekarang belum beralih. Ketika seusia mereka, dia tidak punya keberanian menunjukkan perasaannya pada Saras, nama perempuan yang dicintainya. Saat sudah SD, dia harus menerima dirinya tidak bisa sekelas dengan Saras dan waktu belajar mereka berbeda. Seperti saat masa itu, kini Gugun ke toko keluarganya dahulu sebelum pulang ke rumah. Saat SD, kelasnya kedatangan murid baru yang cukup menarik untuknya. Alika. Dia merupakan murid baik dan pintar, tetapi tidak bisa menggantikan Saras. Saat dia berteman Noura, Gugun menyayangkannya.

Pada malam hari tanggal 12 Oktober, dua bom meledak di Bali. Ratusan nyawa melayang. Kebanyakan dari mereka adalah pelancong. Ledakan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan Tuhan itu juga berperan dalam menentukan nasib jutaan orang, khususnya pribumi, sehingga tragedi itu jadi sorotan dunia. 

Baru saja Noura berpikir bahwa di kelasnya hanya ada tiga mahasiswi, seorang perempuan bak model masuk ke kelasnya. Sebenarnya Noura merasa cukup dijejali desain grafis, sehingga dia bimbang sampai lelah mencari bidang yang akan ditekuninya. Dia iri dengan kemantapan Wira (teman sekelasnya) dan Alika dalam memilih jurusan.

Di tempat lain, Alika teringat dengan kejadian saat dirinya dan Noura menemui guru-guru SD mereka. Saat Noura ingin melihat-lihat kelas yang lain, Pak Nyoman (guru favorit mereka) menanyakan beberapa hal kepada Alika, termasuk agamanya. Sekarang, Alika sudah memilih keyakinan yang akan dianutnya. 

Di rumah, Gugun terpaksa mengerjakan tugas kuliahnya. Dari dulu sampai sekarang, Gugun hanya menjadi tempat curhat kisah cinta Saras. Saat Andre (pacar Saras) tampak lengket dengan perempuan lain, Gugun memberikan nasihat, lalu dia jadi pacar bohongan Saras. Kini, nama dan wajah perempuan itu tergores di kertas Gugun. Kembali ke masa lalu, Saras meminta Noura yang mengetahui hubungan palsu Gugun dan Saras, mengedit fotonya dengan Gugun agar Andre percaya bahwa mereka benaran pacaran. Saat Noura mengatakan hal itu kepada Gugun, dia tidak percaya Gugun menyetujuinya. Ketika reuni SD, Saras sering cerita kepadanya tentang laki-laki yang disukainya. Setelah Saras tahu cintanya tidak bertepuk sebelah tangan, Noura memberi tahu Gugun. Namun, Gugun tampak santai dengan kabar itu.

Di rumah, Noura menangis karena tidak bisa membuat garis lurus. Ayahnya kurang setuju jika dia masuk jurusan Desain Grafis, sehingga beliau merasa begitu bahagia mengetahui anaknya masuk jurusan Arsitektur. Demi beliau, kini dia akan berjuang. 

Akibat Tragedi Bom Bali I, saudara seiman para pelaku dicap sama dengan mereka, bahkan Tuhan mereka ikut disalahkan. Setelah kejadian itu, banyak bule yang pergi dsn ratusan pegawai di-PHK. Saat mendengar tragedi itu, Gugun jadi takut bepergian, tetapi tidak mengubah caranya dalam berteman. Di sisi Alika, Alika tidak habis pikir dengan alasan para pelakunya. Dia dan orang Bali lainnya merasa ketakutan. Di sisi Noura, ada teman Noura yang menanyakan apakah ayah Noura seorang teroris. 

Setahun setelah kejadian itu, ayah Noura masih menganggur. Bantuan yang didapatkan dari teman beliau belum bisa memenuhi kebutuhan, sehingga Noura cemas tentang pendidikan SMP-nya. Saat memikirkan keluarga-keluarga lain di luar sana, diam-diam dia menangis. Lalu, cap buruk dari masyarakat terhadap agamanya membuatnya takut dan malu menunjukkan identitas agamanya, sehingga makin lama, dia makin jauh dari agamanya. 

Pada malam hari setelah seminar Putra (dosen di kampusnya), Noura menghubungi beliau. Di akhir perbincangan, Putra menanyakan agama Noura, lalu mengajaknya bertemu. Saat mereka bertemu, Putra datang bersama Agung, kakak kelas Noura. Setelah Agung pamit, Putra mengajak Noura berbicara tentang kuliah, cita-cita, dan agama. Oleh karena bingung dengan hal yang perlu diubah untuk menjadi wanita semestinya selain sifat dan perilaku, Noura bertanya kepada Putra. Setelah itu, dia mengutarakan kebimbangannya dalam memakai kerudung. 

Di tempat lain, Alika menerima ajakan ibunya ke gereja untuk mengikuti seminar. Saat Alika mendengarkan seminar, seperti ada secercah harapan baru dalam kehidupannya. 

Karena Noura masih bimbang akan memakai kerudung atau tidak, dia membuka FB. Setelah itu, dia merasa yakin. Namun, sebelum itu, dia harus memberi tahu ayahnya dahulu. Bukan hal yang mudah, karena dia lebih akrab dengan ibunya. Di tempat lain, Alika ditanya ibunya apakah mau dibaptis. Alika mengiakan dan ini akan menjadi kabar besar bagi keluarga besarnya. Saat Noura memakai kerudung, dia gugup, takut pandangan orang-orang di sekitarnya nantinya. Setelah pembaptisan, Alika mendapat nama baru, yaitu Monica.

Akibat bom Bali, Pak Made yang awalnya seorang pengusaha, kini jadi petani. Noura menontonnya di TV.  Sebelum ke kampus dengan penampilan baru, Noura memikirkan jawaban yang akan dikatakannya jika ada teman yang bertanya tentang perubahannya. Sesampainya di kelas, dia telat. Dosen yang mengajar terkejut dan ada seseorang bertanya kepadanya.

Suatu hari Noura bisa bertanya tentang bom Bali. Saat menjelang perayaan Hari Raya Galungan dan Kuningan, Alika ingin membantu neneknya, tetapi dia takut menyakiti ibunya. 

Seminggu setelah kuliah, penampilan Restu berbeda. Noura melihat ada perubahan lain dalam diri teman sekelasnya itu. Setelah Restu menghilang selama lebih dari dua bulan, kelas jadi ramai lagi. Seperti yang lain, Restu kaget melihat penampilan baru Noura. Lalu, Noura menawarinya bantuan mengerjakan tugas untuk mengejar ketinggalannya. Saat hari H, dia baru tahu kaki Restu banyak tato. Setelah Noura selesai mengerjakan tugas, Restu menanyakan tujuan hidupnya. Setelah itu, Noura bertanya beberapa hal kepadanya, sampai alasan Restu menghilang dan balik ke kampus. 

Gugun gugup setelah beberapa hari lalu diundang Noura ke rumahnya pada Hari Raya Idul Fitri. Sesampainya di rumah Noura, dia bertemu Noura dan Alika, lalu Saras. Dia sudah menyiapkan album masa-masa SD agar Saras mau membuka suara. Saat Saras pamit, dia juga ikut pamit. 

Banyak yang berbeda dengan Noura setelah memakai hijab, karena kampusnya mayoritas beragama Hindu. Tidak ada tempat khusus untuk salat. 

Pada bulan ini Noura, Alika, dan Gugun mengadakan reuni. Noura yang menjemput Alika dipuji ibu Alika. Setelah ketiganya datang ke tempat reuni, mereka berbicara tentang kuliah dan perkembangan Gugun dengan gadis yang nomornya diberi Alika. 

Suatu hari Zara dan teman-temannya membentuk tim pendamping agar siswa yang tidak diizinkan mengenakan hijab memperoleh haknya kembali. Selain non-Islam, orang Islam juga ada yang menganggap orang berpakaian dengan jilbab besar seperti pelaku bom Bali. Saat ada ceramah di rumah Putra, Noura malu dengan peserta lainnya, lalu perhatiannya teralih pada Zara. Setelah ceramah sesi ke-1 selesai, Zara meminta tanda tangan Noura untuk petisi dukungan agar pelajar muslimah di Indonesia dapat memakai kerudung. Noura bingung karena hal itu dapat menimbulkan konflik. Saat ingin menanyakannya kepada Zara, ceramah sesi ke-2 akan dimulai. Setelah kajian sesi ke-2 selesai, Noura menanyakan beberapa hal tentang petisi yang dimaksud Zara. Sebenarnya kasus itu sudah terjadi sebelumnya. Namun, setelah bom Bali I dan II, keadaannya berbeda. Setelah berdiskusi dengan Zara, Noura menandatangani petisinya. 

Penyakit yang didengar Alika di TV ternyata diidap oleh sahabat dekat SMA-nya, Vivi. Awalnya Alika menganggap hal yang terjadi pada Vivi merupakan sesuatu yang berlebihan. Dia percaya saat penyakit Vivi jadi parah. Kini, Vivi hanya mampu kuliah selama satu semester, lalu cuti untuk fokus pada pengobatannya. Suatu hari ibu Alika membangunkan anaknya pukul dua dini hari. Mereka menjenguk Vivi, yang pada hari itu juga meninggal.

Suatu hari Noura menghubungi Zara untuk memastikan apakah dia sudah tahu tentang berita pelarangan menggunakan kerudung di Bali. Ternyata Zara tidak tahu tentang publikasi media akan hal itu. Lalu, Noura membuka media online sesuai kata Zara. Dia pun menemukan banyak komentar provokatif.

Seminggu kemudian, pemberitaan mulai ramai dibicarakan di media cetak dan online. Komentarnya makin memanas. Padahal di Bali sendiri kondisinya kondusif. Seminggu kemudian lagi, berita itu dijadikan headline. Noura memutuskan untuk menunggu kabar dari Zara. Setelah salat Subuh, dia mengobrol dengan Zara tentang petisi yang ditandatangani kala itu. Kata Zara, kasusnya sudah selesai, tetapi dia kurang yakin pihak sekolah melakukannya karena adanya peraturan baru. Sekarang, dia mendapat tugas menyosialisasikan hal itu kepada siswa di Bali. Selain faktor dari siswanya sendiri dan orang tua yang tidak mengizinkan anaknya berkerudung, siswa di sekolah Islam juga ada yang tidak setuju dengan petisinya. 

Keesokannya, Lia ingin bertemu Noura untuk bertanya tentang kampus Noura. Dia mau pindah ke kampus Noura karena ada masalah dengan satu orang dosen dan toleransi teman-temannya saat memberikan suguham. Sebenarnya tidak hanya Lia. Masalah bertambah saat teman seagamanya di kelasnya seperti bungklon. 

Suatu hari Noura, Alika, dan Gugun naik bus, tetapi tidak tahu mau ke mana. Setelah berunding, mereka setuju turun di halte terakhir. Saat Saras setuju diajak jalan-jalan, Gugun merasa senang. Seminggu sebelum hari H, dia menyusun rencana, bahkan sebulan ini rajin olahraga. Namun, harapan itu pupus ketika Noura memastikan kedatangan Saras pada H-1. Walau sempat marah, Gugun melaksanakan rencananya. 

Selama perjalanan, Noura, Alika, dan Gugun diam. Sesampainya di tempat tujuan, mereka menikmati pemandangan pantai selama satu jam. Mereka ke halte dengan melewati jalan yang berbeda dengan saat ke pantai. Saat situasi sudah tidak mengenakkan, Gugun masih sempatnya mengajak bercanda.

Suatu hari Noura akan bekerja sebagai karyawan tetap. Namun, meskipun senang karena akan sering di lapangan, dia tetap merasa ragu. Saat mulai kerja, Noura menjadi satu-satunya perempuan di kantor. Pada hari kedua, Yusuf (seniornya) marah-marah. Pada hari-hari berikutnya, mengamuk adalah hal biasa, bahkan rasanya hambar tanpa itu. Saat Noura berubah dalam banyak hal, orang di sekitarnya bangga dengannya. Lalu, saat dia reuni dengan kedua sahabat dekatnya, dia dan mereka mengobrol tentang pekerjaan.

Orang pikir kampung halaman Noura adalah Jawa. Namun, yang sebenarnya adalah Bali. Kampung halaman Noura ini memiliki tingkat kejahatan yang rendah. Perjumpaan dengan artis merupakan hal biasa. Musik yang disukai mayoritas orang Bali adalah musik metal. Apa pun yang dilakukan oleh pemerintah, orang Bali tidak peduli. Cuaca di Bali saat kemarau bisa begitu menyengat, kecuali bagi orang tertentu. 

Jika diberi pilihan ingin ke masa lalu atau ke masa depan, Noura ingin ke masa lalu. Namun, bukan untuk memperbaiki kesalahannya. Noura ingin ke masa lalu karena ingin melihat dirinya waktu kecil, tepatnya saat dirinya suka membaca, membuat cerita baru versinya, lalu membacakannya kepada teman-temannya. 

Suatu hari Pak Broto (bos Noura) meminta Noura menyelesaikan gambar dalam waktu dua jam. Namun, saat Noura belum memulai, beliau memintanya mengikuti rapat. Oleh karena tidak paham dengan rapatnya, Noura menggambar dan menulis sesuatu yang ada di pikirannya. Satu jam kemudian, dia melanjutkan tugas kantornya. Lalu, setelah pulang kerja, dia menangis. Setelah sempat berpikir untuk membenci kedua orang tuanya, dia bertanya kepada Putra tentang kegalauannya terhadap pekerjaannya. Setelah itu, dia sadar akan cita-citanya selama ini, yang sejak kecil sudah ditekuninya.

Suatu hari Noura bercerita bahwa teman SD-nya sekaligus teman SD Alika dan Gugun sudah melahirkan anak ke-2. Lalu, Noura dan Gugun bertengkar, hingga Gugun terpaksa menerima tantangan dari Noura. Oleh karena kebingungan dengan tantangan itu, Gugun meminta nasihat Alika. Di sisi lain, Noura yang kebingungan dengan tantangannya sendiri, bertanya kepada Alika.

Dua minggu kemudian, Gugun takut menyatakan perasaannya. Dia juga tidak tahu cara mengungkapkan perasaannya. Lalu, dia sadar bahwa sekarang Saras ada di Bandung dan pada bulan ini tidak ada masa libur. Saat dia memberi tahu Noura tentang hal itu, Noura tidak peduli. Setelah melawan rasa takut dalam diri, akhirnya Gugun dapat menghubungi Saras. Dia juga hampir saja dia tidak menjalankan niatnya. 

Setelah dikabari Gugun, Noura menggerutu. Dia tidak habis pikir Gugun tidak sedih ditolak Saras. Setelah Noura melihat ayahnya, ayahnya masuk ke kamarnya. Beliau memberi petuah, lalu menanyakan pekerjaannya. Setelah dijawab, Noura menangis, lalu meminta maaf. 

Suatu hari Noura, Alika, dan Gugun reuni lagi. Alika datang pertama tanpa teman, lalu Noura. Noura datang dengan wajah semringah dan tidak sabar menunggu Gugun. Tidak lama kemudian, Gugun datang, tanpa ekspresi. Lalu, dia bercerita, dilanjut Noura. Setelah berhenti kerja, Noura sudah punya rencana.

Tujuh tahun kemudian, Noura berlari ke bangunan yang didesainnya. Di bangunan itu, dia bertemu Alika. Lalu, mereka bertemu Gugun. Kali ini Gugun datang dengan seorang perempuan. 

H. Penilaian Buku

1. Kelebihan buku

a. Based on true story bom Bali.

b. Cover timbul.

c. Mengisahkan persahabatan tiga orang semenjak SD dengan perbedaan agama, keturunan, suku, sifat, dan masalah pribadi.

d. Unik karena ber-POV 1 dan dimainkan oleh tiga tokoh utama dari awal sampai akhir.

e. Meski tokoh utamanya ada tiga, salah satunya lebih mendominasi.

f. Meski jauh dan dapat terhubung dengan HP, mereka tetap reuni.

g. Berisi perjuangan mereka dalam belajar dan mengejar cita-cita.

h. Alika dan Gugun memberi pendapat tentang tanggapan orang terhadap penganut Islam lain selain pelaku dan kelompok pengeboman. Teman non-Islam Noura juga ada yang mendukung Noura saat agama Noura dihina guru mereka.

i. Pada bab tertentu penulis tidak memainkan tokoh-tokohnya, melainkan bercerita dengan POV penulis, tetapi tidak ada kata "aku" dan ku/-ku/ku-.

j. Terdapat kata-kata mutiara sebelum daftar isi dan setiap bab. 

2. Kekurangan buku

a. Setelah pindah agama, Alika, kan, memiliki nama baru. Namun, nama barunya tidak digunakan untuk memberi keterangan saat ini siapa yang jadi tokoh "aku" (tokoh utama).

b. Pada saat waktu meloncat ke tujuh tahun kemudian, penulis tidak memberi tahu apakah Noura dan Gugun lulus sekolah.

c. Beberapa halaman tintanya kurang banyak jika dibanding halaman lain. Namun, tulisannya tetap jelas. 

I. Profil Penulis

Ima T. Lestari merupakan penggemar serial Detektif Kindaichi dan buku detektif karya Agatha Christie. Dia lahir 30 tahun yang lalu di Bali. Ia merasa pulau itu sudah menjadi kampung halamannya meskipun bukan orang asli sana. Pada saat bukunya ini terbit, dia bekerja sebagai karyawan swasta di sebuah kantor properti dan sebagai pengajar serta mewujudkan mimpinya menjadi seorang penulis. Tulisan-tulisannya dapat dilihat di belajaruntuksederhana.blogspot.com. Novelnya ini adalah novel pertamanya yang diterbitkan. 

J. Kesimpulan

Different merupakan novel based on true story bom Bali. Isinya mengisahkan tentang persahabatan tiga orang dengan banyak perbedaan, meliputi agama, keturunan, suku, sifat, dan masalah pribadi. Ceritanya menggunakan POV 1 dengan tiga tokoh utama, salah satunya mendominasi.

Noura memiliki masalah keraguan terhadap agamanya setelah bom Bali, sehingga dia tumbuh menjadi perempuan tomboi tak berkerudung. Selain itu, dia juga memiliki masalah tentang cita-citanya. Saat belum menentukan masa depannya, ayahnya berharap dia menjadi arsitek, sehingga kini sekolah di jurusan Arsitektur. Ayahnya juga sempat membantunya mendapatkan pekerjaan tetap di bidang itu. Meski bagi Noura mudah, tetapi dirinya tidak bahagia dengan pekerjaan itu.

Alika merupakan siswa pindahan Kalimantan sejak SD. Kehidupan lamanya berbeda jauh dengan kehidupan barunya. Namun, masalah terbesarnya adalah dia memiliki orang tua yang menganut agama yang berbeda. Makin lama, dirinya makin bingung mau beragama apa. Berbeda dengan Noura, dia bisa kuliah di jurusan yang diminatinya, meski tempat belajarnya kurang memadai. Namun, tidak mudah mengejar cita-citanya setelah lulus. 

Terakhir, Gugun. Keturunan Cina beragama Konghuchu itu berbeda dengan orang Cina pada umumnya. Saat TK, dia jatuh cinta pada Saras. Sejak itu, interaksinya dengan perempuan makin akrab, hingga bisa bersahabat dekat dengan Noura dan Alika. Sampai menjadi mahasiswa, dia masih memendam perasaannya kepada perempuan itu, belum pernah berubah perasaannya. Selain itu, dia juga memiliki masalah pada pendidikannya. Bidang yang dimasukinya sebenarnya dimusuhinya.

Meski pelaku pengeboman Bali dan kelompoknya adalah orang Islam, Alika dan Gugun tidak membenci orang Islam lainnya. Persahabatan mereka dengan Noura juga tidak sempat renggang. Teman baru Noura, Zara, mengajukan petisi dukungan agar siswa muslimah bisa mendapatkan haknya kembali, yaitu berkerudung. Setelah masalah itu selesai, dia perlu memberikan sosialisasi kepada umat Islam di Bali tentang kerudung, karena ada siswa di sekolah Islam di Bali yang tidak menandatangani petisi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Harim di Tanah Haram karya Abu Hamzah

  Buku Harim di Tanah Haram adalah buku bergenre novel yang ditulis oleh Abu Hamzah, orang yang menulis buku best seller Ayo Bisnis Umrah. Beliau ingin berguna bagi banyak orang, salah satunya dengan menerbitkan buku ini. Namun, buku ini tidak cocok menjadi buku bacaan anak-anak. Menurutku, minimal bisa dibaca oleh remaja umur 15 tahun. Seperti buku Ayo Bisnis Umrah, buku Harim di Tanah Haram juga menjadi buku best seller-nya di tingkat nasional. Kemungkinan besar, karena penjualan bukunya laris manis, beliau memberikan bonus voucher umrah kepada pembeli bukunya ini. Namun, bisa jadi bonus itu sudah ada ketika bukunya terbit. Wallahualam. Perihal novel ini segera difilmkan, Abu Hamzah sudah berniat membuat film sebelum berpikir untuk menerbitkan buku. Hal ini dijelaskannya di prakata. Selanjutnya, tentang isi novelnya, Abu Hamzah memilih perempuan sebagai tokoh utama dengan sudut pandang orang ketiga. Si tokoh utama (Qia) yang menjadi guru di pesantren milik ayah angkatnya memiliki...

Sinopsis Doraemon the movie: Petualangan Nobita yang Penuh Misteri di Hutan Afrika

  Gambar: Facebook Backpacker Indonesia "Misteri dapat ditemukan jika dicari." - Nobita Suatu hari ada seekor anjing putih berkalung zamrub. Ia mampu mengusir anjing yang sebelumnya menggonggong kepadanya.  Pada suatu pagi Giant dan Suneo ingin menjelajahi tempat misteri. Mereka mengancam Nobita agar mau membawa mereka ke tempat itu. Nobita pun meminta tolong kepada Doraemon. Awalnya Doraemon menolak. Namun, setelah ia menemukan koin, Nobita meyakinkannya tentang tempat misteri. Dengan alat Doraemon, mereka berdua mencari tempat misteri. Tidak lama kemudian, Doraemon mendapatkan ide, ini juga berkat Nobita. Saat sedang merealisasikannya, tiba-tiba ibu Nobita meminta Nobita belanja. Di tengah jalan, Nobita bertemu anjing putih berkalung zamrud. Ia terus menahan diri untuk tidak membawa anjing itu.  Saat baru saja keluar dari toko, Nobita kembali masuk ke toko. Di tempat anjing tadi, ia memberikan makanan kepada anjing. Saat pulang dan masuk kamar, tiba-tiba anjing itu ada ...

Sinopsis Spongebob the movie: Halloween

Spongebob menghias rumahnya dengan kesan lucu ketika hari Hallowen. Saat bertemu dengan Patrick, dia bilang bahwa dia takut hantu, termasuk hantu bohongan. Kemudian, sahabat dekatnya tersebut menghiburnya bahwa menakutkan itu menggelikan. Sejak itu Spongebob selalu tertawa saat berkunjung ke tempat kerjanya sudah sudah dihias seseram mungkin dengan motif Plankton. Dia juga tertawa saat memasuki rumah Plankton yang dihias sedemikian rupa seperti Restoran Krabby Patty, tetapi dengan kesan horor. Hal itu berbeda dengan Patrick, bintang star ini merasa ketakutan, apalagi di rumah Plankton.  Spongebob dan Patrick juga mampir ke rumah Sandy. Seperti Restoran Krabby Patty dan rumah Plankton, Sandy juga membuat rumahnya terlihat horor. Yang paling horor adalah robot seram yang diciptakannya sendiri. Awalnya Spongebob dan Patrick ketakutan. Namun, kemudian Spongebob mengeluarkan suara tertawanya.  Di tempat Playing Dasmen, makhluk hantu dengan wujud bajak laut ini merasa senang melihat...