Miracle in Cell no. 7 merupakan film Korea. Film ini tayang ulang di TV pada libur Idulfitri 2023. Saya masih ingat dahulu saya sudah menonton film ini. Namun, film ini diterjemahkan melalui teks, bukan suara.
Miracle in Cell no. 7 mengangkat tema "Menegakkan Keadilan". Tokoh utama yang memerankan film ini bernama Yesung, seorang pengacara. Setting filmnya di Korea (Selatan). Lebih spesifiknya di sidang pengadilan, gereja, toko, rumah, tempat kerja ayah Yesung, pasar, penjara, panti asuhan dan sekolah Yesung, dan rumah sakit. Setting terbanyak di penjara. Film ini lebih banyak menyuguhkan flashback , yaitu ketika umur Yesung memasuki umur sekolah.
Secara singkat, Miracle in Cell no. 7 menceritakan tentang Yesung yang membela mendiang ayahnya (duda pengidap gangguan intelektual) dari tuduhan penculikan, pembunuhan, dan pelecehan anak perempuan komisaris. Barang bukti dengan keterangan palsu membuatnya marah hingga menceritakan kejadian yang sebenarnya kepada hakim.
Pesan moral utama dari Miracle in Cell no. 7 yang saya tangkap, yaitu sebesar apa pun rasa kehilangan, sedih, atau marah, jangan sampai kita tidak memedulikan kebenaran, apalagi memanfaatkan kondisi orang itu.
Kelebihan-kelebihan yang saya dapat dari Miracle in Cell no. 7, di antaranya:1. Plot yang unik, menarik, dan bagus.
2. Menceritakan penegakan keadilan oleh anak untuk orang tuanya yang sudah meninggal.
3. Menyorot ketidakprofesionalan polisi dalam menangani kasus.
4. Menceritakan ketidakadilan pada pengidap gangguan intelektual.
5. Memberi tahu bahwa ketidakadilan bisa terjadi di mana-mana, termasuk di negara yang terkenal akan drama, kecakepan orang-orangnya, dan boy-girl groupnya.
6. Memberi tahu bahwa kekompakan dan kepedulian ternyata bisa terbentuk di penjara dengan orang-orang yang berbeda kejahatan.
7. Terdapat unsur komedi.
Sinopsis
Ayah angkat Yesung memberi sesuatu kepada Yesung dewasa. Di rooftop, Yesung melihat balon bertali tersangkut di pinggir rooftop. Dia jadi teringat sidangnya untuk mendiang ayah kandungnya. Pendeta di salah satu gereja diminta menjadi saksi. Awalnya dia merupakan teman sel mendiang ayah Yesung yang menjadi bos di sel itu, narapidana penipuan. Yesung melakukan sidang tersebut agar ayahnya mendapat keadilan, walau ayahnya sudah meninggal.
Di sidang, Yesung mengatakan bahwa kasus ayahnya merupakan sebuah tuduhan dengan memanipulasi semuanya, termasuk barang bukti. Pihak lawan bersikukuh bahwa itu bukan tuduhan. Yesung pun meminta hakim mendengarkan ceritanya tanpa memotongnya. Cerita kejadian yang sebenarnya.
Suatu hari Yesung kecil dan ayahnya menonton song Sailor Moon di depan toko. Sailor Moon merupakan tokoh anime perempuan yang membela keadilan. Saat Yesung dan ayahnya hendak membeli tas Sailor Moon yang ada di toko itu, tasnya sudah dibeli orang lain untuk anak perempuannya. Ayah Yesung yang mengalami gangguan intelektual meminta tas itu, tetapi pembeli tidak berbaik hati untuk mengalah. Malamnya, Yesung mengatakan kepada ayahnya tidak usah membelikannya tas Sailor Moon. Namun, ayahnya tetap ingin membelikannya.
Keesokannya, ayah Yesung pamit kerja kepada Yesung. Pada hitungan ketiga, ayah Yesung berbalik dan keduanya berpamitan dengan gerakan konyol. Saat ayah Yesung istirahat kerja, anak perempuan yang dibelikan tas Sailor Moon kemarin mengatakan kepada ayah Yesung bahwa dirinya tahu tas Sailor Moon di toko lain dan dia akan menunjukkannya. Ayah Yesung mengikutinya. Di pasar, mereka berlari kecil. Tiba-tiba ayah Yesung terpeleset. Sesaat kemudian dia mendengar sesuatu yang terjatuh dengan keras. Dia segera menghampirinya.
Saat ayah Yesung mencoba memberikan pertolongan pertama pada anak perempuan itu, seorang wanita melihatnya. Ayah Yesung yang mengetahui keberadaannya ingin meminta tolong padanya, tetapi wanita itu lari ketakutan. Dia pun dituduh telah melakukan penculikan, pembunuhan, dan pelecehan anak. Polisi memaksanya menandatangani surat pertanyaan dengan iming-iming nanti dia bisa bertemu dengan Yesung. Di rumah, Yesung menunggu kepulangan ayahnya. Paginya, dia menyiapkan semuanya sendiri ke sekolah.
Suatu hari ayah Yesung melakukan reka ulang. Banyak media dan khalayak ramai. Yesung juga melihatnya. Saat ayah Yesung melakukan adegan tertentu, polisi mengatakan kepada media bahwa ayah Yesung mencekik korban. Setelah ayah Yesung menampar korban, polisi mengatakan kepada media ayah Yesung melakukan kekerasan.
Adegan selanjutnya ayah Yesung melonggarkan celana korban. Lalu polisi meminta ayah Yesung membuka celananya. Ayah Yesung sudah mengatakan dia tidak melakukan itu, tetapi polisi membujuknya dengan iming-iming dia dapat bertemu Yesung. Ayah Yesung yang mengidap gangguan intelektual tentu mudah dicuci otaknya. Banyak orang yang marah dengan tindakannya itu, bahkan media banyak mengambil gambar.
Yesung menghampiri ayahnya. Ayahnya senang melihatnya. Namun, dia tidak bisa memeluk anaknya. Seorang polisi lebih dahulu menggendongnya, sedangkan dia lalu digiring ke mobil polisi.
Di kantor polisi, ayah Yesung dan beberapa narapidana lain berhadapan dengan orang-orang kantor, termasuk komisaris, ayah yang kehilangan anaknya. Melihat ada telepon, ayah Yesung ingin menghubungi anaknya. Namun, polisi melarang. Maka terjadilah pertengkaran. Komisaris lalu melerai mereka. Namun, yang terjadi selanjutnya adalah dia memukul kepala ayah Yesung dengan membabi buta.
Setelah sidang, ayah Yesung dimasukkan ke sel penjara nomor 7. Di sel itu ada narapidana penipuan, pelecehan, dll. Bos sel 7 (narapidana penipuan) meminta ayah Yesung memperkenalkan diri. Ayah Yesung mengiakannya dan menyebutkan hal lainnya yang sebenarnya tidak penting. Sang bos juga bertanya kasusnya. Namun, karena Ayah Yesung tidak memberitahukannya, dia meminta teman selnya membacakan buku laporan yang dipegang ayah Yesung. Mengetahui kasus teman sel baru mereka, mereka melakukan kekerasan pada ayah Yesung. Sementara itu, Yesung jadi anak panti asuhan. Ibu panti memaksanya menundukkan kepala karena tidak segera memberi salam kepada teman-teman pantinya.
Saat narapidana sedang membuat bola kaki, narapidana sel 7, kecuali ayah Yesung, sengaja membuat sebuah bola dengan tidak benar. Begitu waktunya narapidana melakukan kegiatan di lapangan, bos sel 7 meminta penjaga di menara untuk diam. Setelah itu dia membuat adegan melempar bola keluar gedung tanpa sengaja. Lalu meminta siapa pun di luar melemparkan bolanya ke gedung. Namun, warna bola yang didapatnya berbeda dengan bolanya yang sebelumnya. Why?
Berbeda dengan yang lain, ayah Yesung jongkok menulis nama anaknya di pasir lalu memberinya lambang love. Sendirian. Itu juga diukirnya di kaca jendela selnya.
Suatu hari, saat ayah Yesung melakukan hal yang sama di lapangan, dia melihat teman-teman selnya dan kelompok lain saling serang. Namun, kelompok lain itu diam-diam memegang pisau. Dia pun berlari ke tengah-tengah. Jlep. Perutnya tertusuk. Polisi bergegas memberinya pertolongan.
Setelah diobati, bos sel 7 menawari ayah Yesung satu permintaan. Ayah Yesung menyebutkan nama anaknya. Namun, teman-teman selnya mengira dia meminta Yesus.
Suatu ketika narapidana mendapat hiburan dari suster-suster gereja berupa lagu yang diiringi tarian. Di pinggir kanan, tiga anak perempuan bernyanyi sambil menabuh gendang. Saat para suster gereja menari ke arah mereka, diam-diam seseorang menculik seorang anak. Anak itu disembunyikan di kardus roti yang didorong dengan kereta dorong bersama dua kardus lain oleh seorang narapidana. Narapidana itu harus berbalik dua kali sebelum berbelok saat ada polisi yang berjalan berlawanan arah dengannya. Kereta dorongnya sempat jatuh dan ada seorang polisi yang berbaik hati ingin menolongnya. Narapidana menolaknya sambil mengode anak di dalam kardus roti untuk menyembunyikan tangannya.
Di sel 7, kardus berisi roti dan anak perempuan pun dibuka. Yesung (anak itu) dan ayahnya bahagia. Seorang narapidana memanggil polisi untuk melaporkan hal itu. Setelah polisi di hadapannya, Yesung memintanya untuk tidak melaporkan keberadaannya.
Mendengar pendeta sakit, narapidana sel 7, kecuali ayah Yesung, menjadi khawatir. Bos sel 7 mengajak Yesung kembali, tetapi Yesung tidak mau karena sudah dijanjikan akan menghabiskan waktu bersama ayahnya selama 3 jam. Setelah diberi pengertian, akhirnya dia menurut. Namun, terlambat, bus yang mengantarkannya ke penjara sudah menjalankan busnya. Yesung pun makan bersama narapidana sel 7, termasuk ayahnya.
Beberapa saat kemudian, salah satu narapidana sel 7 memberi kabar bahwa lusa akan ada acara gereja. Lusanya, sang bos membawa Yesung ke panggung acara. Sayangnya, pengisi acara adalah para laki-laki botak. Kehadiran Yesung pun ketahuan oleh polisi. Dia dipulangkan, sedangkan ayah Yesung diikat dan dimasukkan ke sel kecil tanpa teman. Sementara itu, narapidana sel 7 lain dihukum.
Beberapa saat kemudian, tiba-tiba terjadi kebakaran. Seorang polisi melaporkan ada seorang narapidana yang menyebabkan itu dan kini masih melemparkan bensin. Narapidana lain panik dan polisi mengevaluasi mereka. Beberapa polisi mencoba membujuk narapidana yang melemparkan bensin untuk berhenti. Akhirnya kepala polisi turun tangan. Ternyata narapidana itu iri dengan ayah Yesung yang bisa dipertemukan dengan anaknya, sedangkan dirinya menelepon ayahnya tidak bisa. Polisi pun memperbolehkannya menelepon ayahnya. Narapidana itu senang, tetapi kemudian mengatakan dia sudah tidak punya ayah dan melemparkan bensin lagi. Kepala polisi pun masuk pintu untuk menyelamatkannya.
Setelah ayah Yesung berhasil dikeluarkan dari selnya, dia melihat kepala polisi dan seorang narapidana terjebak di kebakaran. Dia meminta narapidana lain menolong mereka. Namun, karena tidak ada yang mau, ayah Yesung mendorong rak yang menghalangi pintu masuk.
Di rumah sakit, saat kepala polisi siuman, perawat memperlihatkan kepadanya penolongnya, ayah Yesung. Sejak itu kepala polisi merasa ragu dengan kasus ayah Yesung. Suatu hari dia meminta berkas kasus ayah Yesung kepada petugas. Petugas melarangnya. Namun, setelah membujuknya, akhirnya dia mendapatkannya. Setelah melihatnya, dia izin menfotokopinya karena merasa ragu dengan tulisan tangan ayah Yesung. Sayangnya, dia tidak diizinkan.
Beberapa hari kemudian, Yesung sakit. Kepala polisi menjenguknya. Setelah sembuh, Yesung diajak bertemu dengan ayahnya. Saat waktu bertemu dengan Yesung habis, ayah Yesung masih ingin bicara dengannya. Namun, petugas terus menggiringnya kembali ke sel.
Suatu ketika teman laki-laki Yesung memiliki handphone. Beberapa temannya ingin meminjamnya, tetapi dia tidak mengizinkan. Saat pulang sekolah, Yesung berjalan ke gerbang dengannya. Dia pun pamit pulang dahulu karena seseorang (kepala polisi) sudah datang untuk menjemputnya. Dia dibawa ke sel ayahnya.
Melihat seorang narapidana sel 7 tampak sedih, Yesung memberi pinjaman handphone milik temannya. Narapidana itu senang bukan main lalu menghubungi istrinya. Lumayan sulit mencari sinyal di selnya. Seorang temannya mengawasi penjaga. Istri narapidana yang sedang berteleponan sudah melahirkan dan bayinya mirip dengan ayahnya. Dia meminta suaminya memberinya nama.
Suatu hari Yesung telat masuk kelas. Wali kelas yang saat itu mengajarnya menanyakannya. Yesung meminta bu guru itu bertanya langsung pada ayahnya. Saat ditunjukkan tempat keberadaan ayah Yesung, guru itu terkejut. Dia baru tahu ayah Yesung seorang narapidana. Ayah Yesung memujinya cantik. Di sela ayah dan anak itu bicara, guru Yesung memberi tahu ayah Yesung tentang sekolah Yesung. Semua tentang hal baik.
Suatu hari teman-teman sel ayah Yesung menanyakan kasus ayah Yesung. Ayah Yesung menceritakannya. Dia tidak membunuh dengan cara mencekik, tetapi memompa dada. Dia tidak melakukan kekerasan dengan menampar dan mencubit, tetapi mencoba menyadarkan. Dia tidak bermaksud melecehkan, tetapi hanya melonggarkankan celana anak itu agar mendapat udara. Teman-teman selnya menganalisis penyebab anak itu jatuh sampai kepala bagian belakang terluka dan kepala bagian depan berdarah. Di samping kepala anak itu ada batu bata. Polisi memberi keterangan ayah Yesung memukul kepala korban dengan benda itu.
Selain menggambar, Yesung juga mengajari bos sel 7 menulis.
Sebelum sidang, kepala polisi meminta jaksa penuntut umum menerima berkas petisi. Jaksa penuntut umum menolak, tetapi kepala polisi memaksanya. Sementara itu, setelah mendapat jawabannya, teman-teman sel ayah Yesung berusaha membuat ayah Yesung hafal dengan kejadian sebenarnya. Gangguan intelektual yang diidapnya membuatnya kesulitan mengingat.
Ketika hari sidang tiba, sebelum sidang dimulai, komisaris (ayah yang kehilangan anaknya) mengancam ayah Yesung. Dia akan mencelakai Yesung jika ayah Yesung tidak mengiakan pernyataan bahwa dia benar-benar melakukan tindakan penculikan, pembunuhan, dan pelecehan anaknya.
Beberapa saat kemudian, sidang dimulai. Ketika ayah Yesung ditanya apakah dia melakukan tiga tindakan di atas, dia berpikir lama. Wajahnya tampak bimbang antara berkata jujur atau tidak. Melihat adegan dua orang di luar jendela, komisaris di sebelah kanan, dan Yesung di sebelah kiri, dia memilih berbohong. Semua itu demi keselamatan Yesung. Banyak yang kaget, kecuali komisaris. Yesung, guru Yesung, dan beberapa orang di pihak ayah Yesung kaget karena ayah Yesung tidak memberikan pernyataan yang benar, sedangkan sisanya kaget karena ayah Yesung benar-benar melakukan tiga hal itu. Hakim pun memutuskan ayah Yesung mendapat hukuman mati.
Mendengar kabar hasil sidang, teman-teman sel ayah Yesung tidak terima dengan hukumannya karena orang terakhir yang dimasukkan ke sel mereka harus dihukum mati paling cepat. Mereka berencana mengeluarkannya sebelum hari ayah Yesung menjalankan hukumannya. Bos sel 7 yang melihat gambar buatan Yesung di penjara memiliki ide mengeluarkan ayah Yesung dengan balon udara. Diam-diam dia dan teman-teman sel 7, kecuali ayah Yesung, membuat balon udara agar ayah Yesung tidak menjalankan hukuman mati. Suatu hari polisi sempat mencurigai mereka, tetapi untungnya mereka tidak ketahuan.
Suatu hari Yesung dan teman-temannya bernyanyi untuk menyambut Natal. Sebelum lagu berakhir, masing-masing menggandeng seorang narapidana. Yesung menggandeng ayahnya dan berjalan paling depan di barisannya. Pintu ruangan dibuka dan ada balon udara di lapangan. Anak-anak dan narapidana lari ke sana. Anak-anak dinaikkan ke balon udara, termasuk Yesung. Mereka pun dikeluarkan, kecuali Yesung, lalu ayahnya dinaikkan. Tali pengikatnya pun dilepas. Yesung dan ayahnya terbang. Polisi hendak mengejar mereka, tetapi narapidana menghalangi. Namun, tidak ada yang menyangka tali balon udaranya tersangkut tembok pembatas gedung.
Saat Yesung ulang tahun, ayahnya dan narapidana sel 7 lain memberinya hadiah. Ayahnya memberinya tas Sailor Moon. Lalu, teman-teman sel ayah Yesung menulis sesuatu di baju bagian belakang ayah Yesung. Setelah itu Yesung dan ayahnya pamit. Mereka berpisah di gerbang. Ayah Yesung diantar ke tempat eksekusi. Melihat tempat eksekusi dan anaknya terus memanggilnya, dia tersungkur. Dia pun berlari menemui Yesung. Akhirnya dia teriak-teriak meminta maaf dan mengaku salah sambil menangis.
Alhamdulillah sidang dimenangkan oleh Yesung. Dia sempat marah kepada jaksa penuntut umum yang tidak bekerja secara profesional. Pekerjaan saksi sebelum menjadi pendeta juga diungkit oleh pihak lawan.
Yesung tidak bisa menahan diri untuk tidak menangis. Dia juga sempat memandang komisaris—ayah yang kehilangan anaknya, tetapi mau melihat fakta.
Yesung tersenyum melihat balon terbang yang tidak lagi tersangkut. Bayangan ayahnya dan dirinya ketika dahulu naik balon udara muncul. Mereka berpamitan dengannya.
Keadilan pasti menang! Jika tidak di dunia yang fana ini, di akhirat. Tuhan Maha Adil, Dia pasti tidak akan membiarkan hamba-Nya terus berada dalam ketidakadilan. Merdeka! Merdeka!
Pesan yang hendak saya sampaikan kepada pembaca berdasarkan film Miracle in Cell no. 7, yaitu:
1. Jika Anda ingin menegakkan keadilan, lakukanlah, meski orang yang diberi keadilan sudah meninggal.
2. Terkadang kita perlu mengalah pada orang yang lemah atau tidak mampu.
3. Kita tidak dilarang lari karena takut. Namun, jangan jadikan yang kita lihat sebagai kebenaran.
4. Bekerjalah dengan baik sehingga tidak melakukan kesalahan besar, apalagi berhubungan dengan orang lain, terutama jika kita bertugas untuk negara.
5. Jangan karena kehilangan, kita jadi semena-mena dan mengabaikan kebenaran. Jika kehilangannya berupa orang, digentayangi baru tahu rasa nanti.
6. Ikhlas dan pasrah kepada Tuhan adalah cara terbaik dalam menerima ketidakadilan setelah berusaha keras mendapatkan keadilan.
7. Seburuk apa pun orangnya, bisa menjadi orang termulia.
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkomentar di unggahan saya.