Resensi Buku Komik Fantasteen: Horror Writer karya Annisa Muthia, Adhi Kurniawan, Mustafa Kamal, dan Mahadzab Hasan
A. Identitas Buku
Tahun terbit : 2017
Penerbit : DAR! Mizan (PT Mizan Pustaka)
Kota terbit : Bandung
Tebal buku : 120 hlm.
B. Isi Buku
Buku ini didistribusikan oleh Mizan Media Utama (MMU). Seri Komik Fantasteen adalah seri yang dibentuk dengan mengemban misi pengembangan imajinasi para remaja, yang menyajikan cerita-cerita fantasi.
Buku komik ini merupakan buku komik hitam putih. Nomor serinya adalah 46. Yang lebih mengejutkan, siapa yang menyangka bahwa buku komik ini terdiri dari tiga komik? Apa saja? Horror Writer, Kowaiya: Skeleton Waltz chapter 03, dan Indigo Case: Lost act. 01. Seperti apa sih kisahnya? Tetaplah membaca.
Pertama, Horror Writer, karya Annisa Muthia dan Adhi Kurniawan. Suatu hari Lyndsay, seorang aktris yang sedang naik daun, menghadiri acara lauching buku Ryna Permata Sari ke-17. Setelah pulang dari acara itu, Ryn bertemu dengan teman baiknya, Tari. Tidak lama kemudian, Bu Mia datang dan meminta Ryn menulis cerita horor yang lebih bombastis dan menggigit. Lalu, Tari mengaku bahwa dirinya tidak pernah berani membaca buku Ryn sendirian, selalu larut dalam kisah Ryn, dan ide cerita Ryn selalu lain dari yang lain. Dari pengakuan itu, Bu Mia jadi teringat bahwa jangka waktu menulis Ryn lebih cepat dari target. Akhirnya, Ryn menjawab semua rasa penasaran mereka, tetapi raut mukanya tampak mencurigakan. Suatu ketika, Ryn mencari lilinnya, tetapi ibunya tidak suka dengan kebiasaan Ryn saat menulis. Setelah ketemu, tanpa sepengetahuan siapa pun, Ryn menggunakan lilin itu untuk kebutuhan pribadinya.
Kedua, Kowaiya: Skeleton Waltz chapter 03, karya Mustafa Kamal. Suatu hari, Kakek Mojito meminta Bu Emi untuk membawa Bu Celia ke ruang kesenian. Sebelum itu, dia memberikan cincin kepada Bu Emi. Bu Emi jadi pingsan setelah memakai cincin itu. Kakek Mojito pun menyerahkan Bu Emi pada Bison dan Uci, sedangkan dia pergi ke suatu tempat. Setelah siuman, Bu Emi memukul Kakek Mojito yang baru saja menemukan sesuatu. Ketemu Bison dan Uci, dia pingsan lagi. Lalu, Bison menutup toko Kowaiya. Bangun dari pingsan, Kakek Mojito mengenalkan Bison dan Uci kepada Bu Emi kemudian pergi keluar setelah berpesan kepada Bu Emi tentang Bu Celia. Malamnya, entah bagaimana Bu Emi berhasil membujuk seorang nenek. Sesampainya di ruang kesenian, Bu Emi, Bu Celia, Bison, dan Uci bertemu manusia tengkorak yang sedang bermain piano. Sesaat kemudian, Bu Celia menyebut nama manusia tengkorak itu—Johnny. Tiba-tiba Kakek Mojito datang dan memainkan piano. Permainannya membuat Bu Emi menjemput si nenek. Si nenek bahagia sekali melihat Bu Celia. Lalu, manusia tengkorak menampakkan wujud aslinya. Bu Celia mendengarkan musiknya sambil meluruskan kesalahpahaman di masa lalu.
Ketiga, Indigo Case: Lost act. 01, karya Muhadzab Hasan. Suatu hari, Dani duduk di kelasnya pada saat teman-temannya sudah pulang. Kemudian, dia bertemu Nawasaktika, siswa X F. Dia menebak dengan benar siapa nama orang yang diajaknya bicara. Dani jadi sedikit takut. Di perjalanan pulang, dia menyapa Marion. Lalu bertemu Arya, laki-laki yang lumpuh sejak usia enam tahun dan memiliki kemampuan misterius. Setelah menceritakan tentang Nawa, Arya memberikan saran. Sehari kemudian, Nawa menghampiri Dani untuk meminta tolong. Kembali ke kelas, Dani menemukan buku di mejanya. Tiba-tiba terdapat tulisan di sana. Ancaman dari Nawa membuat Dani terpaksa berinteraksi dengan sosok tak kasat mata itu. Ketidakmauan Dani mengiakan permintaan makhluk itu, membuatnya pergi. Tiba-tiba dia tersesat. Tiba-tiba Nawa muncul. Dia bertanya, tetapi sulit dijawab Dani. Setelah itu, Nawa menjelaskan tentang sebuah fenomena.
C. Penilaian Buku
Komik pertama mengajarkan kita untuk memikirkan sesuatu dengan bijak. Risiko yang akan didapatkan perlu dipertimbangkan baik-baik. Jangan sampai kita mudah tergiur akan sesuatu hingga lupa hal yang lainnya, yang lebih penting.
Komik kedua mengajarkan kita tentang kebaikan. Meski harus bekerja keras, menjelaskan kesalahpahaman bisa membuat orang lain tenang, begitu juga dengan diri kita. Kadang itu akan membuat dia sakit hati, tetapi diri kita akan dihantui oleh rasa bersalah, sedangkan dia akan berpikir bahwa yang sudah diketahuinya adalah benar. Kadang kesalahpahaman juga tidak perlu dijelaskan, dengan maksud tertentu, demi kebaikan.
Komik ketiga mengajarkan tentang mendengarkan atau sabar. Jika sudah mengindahkan nasihat orang lain, tetapi kita ternyata tidak mampu, mungkin yang bisa kita lakukan adalah meminta bantuan-Nya, semoga kita dilindungi oleh-Nya. Di dunia ini memang penuh dengan kejutan, tetapi kita harus kuat menerima kenyataan, karena setiap masalah pasti ada solusi.
Komik ini bisa dibilang semi-anime. Gambarnya ada yang sulit kucerna maksudnya. Alhamdulillahnya, aku bisa memahami isi ceritanya, kecuali komik ketiga, masak iya dia tidak sadar kalau dia sudah meninggal delapan tahun lalu? Masih sekolah, bertemu Marion dan Arya, dan tidak melihat sosok tak kasat mata.
Seperti penerbit, komik yang paling bagus adalah Horror Writer. Sebenarnya galau antara komik tersebut dengan komik kedua. Sama-sama bagus, tetapi komik kedua lebih anime.
Di identitas buku disebutkan bahwa Annisa Muthia adalah pembuat cerita dan yang lainnya adalah pembuat gambar. Namun, di isinya, Annisa Muthia hanya berkaloborasi dengan Adhi Kurniawan. Dua komikus lain membuat komik sendiri-sendiri. Di komik Annisa Muthia dan Adhi Kurniawan, tidak disebutkan bahwa Annisa Muthia adalah pembuat cerita dan Adhi Kurniawan adalah pembuat gambar. Karena itu, biodata Annisa Muthia kutulis "Biodata Komikus I".
Di akhir buku diberi cara menerbitkan Komik Fantasi ke redaksi Komik Fantasteen DAR! Mizan. Kemudian, penerbit juga ingin sekali mendengar cerita yang kita peroleh dari buku ini. Kita bisa menulis kesan, resensi, atau bahkan bercerita tentang adegan maupun tokoh yang paling meninggalkan jejak di hati kita, dengan membagikannya lewat FB Pink Berry Club, FB Fastasteen, Twitter DARemaja, dan/atau Instagram @darmizan.
Lagi, penerbit akan mengganti buku yang cacat produksi. Tentu dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi.
Biodata Penulis dan Komikus
1. Annisa Muthia
Muthi lahir pada 16 November 2000. Dia seorang bookaholic yang menyukai hampir semua genre, termasuk horor, tetapi anti nonton film horor kalau tidak keroyokan. Perempuan bawel ini duduk di kelas 1 SMA saat buku ini terbit. Hobinya nonton anime, membaca (terutama membaca manga), travelling, makan, tidur, mengkhayal, internetan, dan menulis. Karya pertamanya dimuat di KKPK edisi luks—Tablet Untuk Naiffa (DAR! Mizan, 2014)—dan buku keduanya, Ketika Si Galak Memimpin (Writing Revolution, 2015).
Email : annisamuthia95@gmail.com
FB : Annisa Muthia
IG & Line : ans_muthia
2. Adhi Kurniawan
Adhi lahir pada 4 April 1989. Dia seorang komikus dari Yogyakarta. "Jangan pernah menyerah" merupakan salah satu kata-kata favoritnya. Sejak kecil, dia suka menggambar dan membaca komik. Nama penanya Zenakudreamer. Karyanya yang lain, yaitu Komik Oneoneone dan The Last Dragon Knight, diunggah ke ngomik.com. Hampir semua komik yang dia buat adalah komik genre fantasi. Komik Ikha menjadi komik pertamanya yang bergenre horor.
3. Mustafa Kamal
Suatu hari saat tidur, Kamal bermimpi tentang nama pena yang biasa dia pakai di seri Komik Fantasteen, yaitu si Lim. Lalu, sekarang dia memakai nama aslinya karena takut mimpi itu akan terjadi lagi dan takut apabila si Lim mengambil alih dirinya yang sebenarnya.
Kamal lahir di Padang, Sumbar, 8 Agustus 1992.
Email : mkamal426@gmail.com
FB : larcenciel21@yahoo.com
4. Muhadzab Hasan
Hasan mulai mengenal komik saat SMP. Komik pertamanya, Heart-Trick, terbit pada tahun 2010. Dia lahir di Soreang pada tahun 1987. Saat ini laki-laki itu masih aktif sebagai komikus dan ilustrator lepas. Impiannya adalah komiknya bisa diangkat menjadi anime.
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkomentar di unggahan saya.